Kamis, 30 Mei 2013

Elemen Perkembangan Moral Anak Usia SD




Masyarakat sebagai bentuk kumpulan dari orang-orang pada umumnya, hidup dalam jalinan peraturan yang sama yang menjadikan mereka yang ada dalam kumpulan tersebut dapat hidup bersama – adanya ikatan moral dan/atau aturan moral. Namun demikian mengingat kekhasan masing-masing anggota masyarakat, ada beragam tingkat kepedulian dan ketaatan yang berkontribusi maupun bertentangan dengan prinsip hidup bersama. Dengan kata lain tidak hirau atau abai terhadap masalah moral sering mengakibatkan adanya friksi di masyarakat.
Ada empat ragam tingkah laku bila dikaitkan dengan masalah moral. Pertama, perilaku moral, yakni perilaku yang menyesuaikan dengan kode moral dari kelompok sosialnya. Perilaku moral dikendalikan oleh konsep moral, yakni aturan-aturan dalam bertingkah laku, di mana anggota msyarakat berperilaku sesuai dengan pola perilaku yangharapkan oleh masyarakatnya. Kedua, perilaku immoral adalah adalah perilaku yang gagal menyesuaikan dengan harapan sosial. Ketiga, perilaku unmoral, adalah perilaku yang tidak menghiraukan harapan dari kelompok sosialnya. Keempat, perilaku amoral atau tidak bermoral artinya sama sekali/tidak lagi ada pertimbangan moral dari tingkah laku yang lakukan seseorang individu.

“Kasus-kasus pada keempat elemen perkembangan moral di atas menantang anda calon guru SD untuk dapat berbuat sesuatu, sesuai dengan kewenangan dan tanggung jawab guru SD”.

1.Elemen pertama:
Pada elemen pertama, ada keluhan yang tertuju pada perilaku anak zaman sekarang. Dikatakan bahwa banyak anak yang tidak mengenal sopan santun. Contoh kecil seperti pada tertera pada layanan pesan singkat (SMS): ”Pak saya mau konsultasi, ANDA di mana?” Kata ”anda” pada pesan tersebut menunjukkan bahwa disadari atau tidak, pengirim pesan memposisikan dirinya sama dengan individu yang menerima pesan (Padahal posisinya tidak sama, seperti orang tua – anak). Bertolak dari kata ”mau konsultasi” dapat dipastikan bahwa si pengrim pesan berpeluang posisinya ada di bawah si penerima pesan. Sehingga orang yang menerima pesan menjadi tidak sejahtera dengan disebut ”anda”.
Bagaimana menginternalisasikan nilai-nilai sopan santun ke dalam diri anak secara ating ke dalam mata pelajaran, sehingga tidak perlu ada mata pelajaran sopan santun yang berdiri sendiri, tetapi anak dapat berlaku sopan dan santun dalam berhubungan dengan lingkungannya?
Belajar etika adalah belajar untuk menghargai hak orang lain dan menghormati orang yang seharusnya kita hormati.
Menengok sinetron-sinetron di layar kaca setiap hari bahkan ating di setiap jam dan ating bercerita pergaulan anak-anak sekolah, melihat dan memperhatikan perilaku dan gaya bicara kepada orang tua atau orang yang lebih tua bahkan kepada guru, etika atau sopan santun sudah banyak ditinggalkan. Memang betul dalam Pendidikan Agama mengajarkan akhlak, namun meninjau kejadian di lapangan, perlunya semua elemen dalam lingkungan anak dapat berperan aktif dalam menanamkan nilai-nilai sopan santun.
Dari pandangan berbagai masyarakat, pembelajaran di sekolah dewasa ini hanya sekadar mengajar, hanya menyampaikan ajaran kepada murid, tanpa memberikan contoh atau ketauladanan, bukan mendidik yang menyampaikan pembelajaran dengan memberikan katauladanan, dan ating contoh perilaku sehari-hari yang mengajarkan. Dari asumsi itu, kita harusnya mengubah pandangan bukan hanya sebagai pengajar tetapi juga sebagai pendidik, pembimbing, dan merupakan orang tua di lingkungan sekolah.
Dalam sekolah dasar yang sekarang ini, masih banyak guru sebagai guru kelas, guru yang mencakup semua mata pelajaran, kecuali Pendidikan Agama, Penjaskes, ataupun Bahasa Inggris, di sini nantinya kita dapat dengan leluasa menyelipkan nilai-nilai sopan santun dalam pembelajaran, salah satunya dengan menekankan mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan sebagai ujung tombak penyampaian nilai-nilai sopan santun. Di sini pembelajaran dalam mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan sub babnya lebih kompleks dalam mencakup nilai-nilai sopan santun, etika, ataupun tata krama. Selain toeri-teori tersebut yang berbentuk nasehat dan himbauan, kita juga menjalankan praktik etika (sopan santun) dalam bentuk perintah dan larangan. Dan juga yang tak kalah pentingnya, orang tua di rumah yang senantiasa tak lupa mengajarkan dan mengingatkan apa yang layak untuk diperbuat oleh anaknya.


2.Elemen kedua:
Bagaimana kegiatan proses belajar-mengajar mata pelajaran (khususnya lima bidang studi) dapat untuk mengembalikan peran kata hati sebagai alat ating terhadap tingkah laku?
Agar anak memiliki budi pekerti yang luhur, maka mengisi dan membina “Kata hati” anak menjadi suatu hal yang sangat dipentingkan. Melalui kata hati seorang anak akan dapat memahami, meyakini dan memperjuangkan kebenaran (kebaikan) serta memiliki kekuatan menolak keburukan (kesalahan).
Kata hati juga disebut dengan istilah hati nurani, lubuk hati, suara hati, pelita hati dan lain sebagainya. Yang berarti kemampuan pada diri manusia untuk mengetahui baik buruknya perbuatan manusia termasuk pula kemampuan pengambilan keputusan atas dasar pertimbangan benar/salah, analisis yang didukung kecerdasan akal budi. Mereka yang memiliki kemampuan seperti tersebut di atas disebut tajam kata hatinya.
Pendidikan untuk mengubah kata hati tumpul menjadi tajam ditempuh dengan melatih kecerdasan dan kepekaan emosi. Dalam penjelasan nilai-nilai, dan perkembangan akhlak, selama ini terlalu sering disajikan sebagai jalur satu arah, anak harus mendengar sebagaimana sebaiknya dan harus menangkap maksud tersebut. Kita berupaya melibatkan anak dalam percakapan, saling menanggapi dan saling belajar. Selain itu, kita melakukan refleksi, untuk merenungi apa sesungguhnya yang telah dibaca dan dipelajari tersebut, dan mendorong mereka mengimplementasikannya dalam kehidupan.




3.Elemen ketiga,
Bagaimana dalam proses belajar – mengajar pada lima bidang studi mampu berkontribusi bagi kokohnya budaya malu pada anak untuk tidak berbuat baik?
Melirik kasus di atas, tentang adanya “mar-mar” yang merebak, di sini jelas terlihat terkikisnya budaya malu, bukan hanya itu, hilangnya pendidikan karakter dan moral sebagai dasar adanya tindakan tersebut. Sebuah keharusan pendidikan karakter, budaya, dan moral disampaikan secara terpadu dengan seluruh pelajaran yang diajarkan di sekolah. Semua guru mata pelajaran diberikan tugas tambahan untuk menganalisa semua aspek yang diajarkan dan dihubungkan dengan pendidikan karakter, budaya, dan moral. Sebagai contoh adalah guru IPA mengajarkan tentang berbagai jenis tumbuhan. Materi ini akan ditambah dengan bagaimana siswa menghargai tumbuhan, bagaimana menjaga lingkungan dan sebagainya. Demikian juga guru Bahasa, selain mengajar materi bahasa, guru tersebut juga mengajarkan tentang pendidikan karakter, budaya, dan moral. Contohnya siswa diajarkan untuk tidak menjiplak dengan cara dididik untuk membuat kalimat sendiri sampai siswa paham benar bagaimana menilis dengan baik dan benar, siswa dididik untuk memiliki budaya ating tepat waktu, dan siswa dididik untuk selalu menghormati karya orang lain. Demikian juga berlaku bagi semua guru mata pelajaran yang ada di sekolah.
4.Elemen keempat:
Bagaimana dalam proses belajar – mengajar pada lima bidang studi di SD dapat menjadikan standar moral yang diberikan masyarakat dapat dirasakan anak sebagai hal yang menyenangkan?
Masyarakat merupakan lapangan pendidikan yang turut mempengaruhi perkembangan anak didik. Corak ragam pendidikan yang dialami anak dalam masyarakat banyak sekali yang meliputi segala bidang, baik pembentukan kebiasaan-kebiasaan, pembentukan pengetahuan, sikap dan minat, pembentukan kesusilaan, nilai-nilai dan keagamaan. Keserasian ketiga lapangan pendidikan yakni keluarga, sekolah dan masyarakat akan membawa dampak yang positif terhadap perkembangan moral anak.
Pendidikan moral yang diajarkan dan dilatihkan tersebut disesuaikan dengan nilai – nilai identitas masyarakat atau nilai – nilai moral seperti nilai religiositas, nilai sosialitas, nilai gender, nilai keadilan, nilai demokrasi, nilai kejujuran, nilai kemandirian, nilai daya juang, nilai tanggung jawab dan nilai penghargaan terhadap lingkungan alam. Penarepan dalam diri anak akan hadirnya berbagai nilai-nilai di masyarakat dapat dilakukan dengan penyampaian yang halus kepada anak tanpa adanya pemaksaan disertai bujuk rayu sedemikian rupa sehingga penyampaian tersebut terkesan menarik.
Diambil dari : 

0 komentar:

Posting Komentar