Jumat, 31 Mei 2013
Kamis, 30 Mei 2013
Pendidikan Anak Berkebutuhan Khusus Disgrafia
20.55
No comments
Pendidikan Anak Berkebutuhan Khusus
Disgrafia
Disusun oleh
:
Elisabeth Sekar Dwimukti 111134010
Yohanes Ria Kurniawan 111134165
Hosea Bivin Chandra 1111340
Pendidikan Guru Sekolah Dasar
Fakultas Keguruan Dan Ilmu Pendidikan
Universitas Sanata Dharma
Yogyakarta
2013
A.
Pengertian
Pengertian gangguan belajar secara bahasa
adalah masalah yang dapat mempengaruhi kemampuan otak dalam menerima,
memproses, menganalisis dan menyimpan informasi. Sedangkan pengertian yang
diberikan oleh National Joint Committee for Learning Disabilities (NJCLD)
mengenai gangguan belajar adalah suatu kumpulan dengan bermacam-macam gangguan
yang mengakibatkan kesulitan dalam mendengar, berbicara, menulis, menganalisis,
dan memecahkan persoalan.
Disgrafia adalah
Kesulitan khusus di mana anak tidak bisa menuliskan/mengekspresikan pikirannya
ke dalam bentuk tulisan, karena mereka tidak bisa menyusun huruf/kata dengan
baik dan mengkoordinasikan motorik halusnya (tangan) untuk menulis. Pada
anak-anak umumnya, kesulitan ini bisa terlihat saat anak mulai belajar menulis.
Kesulitan ini tidak tergantung kemampuan lainnya. Seseorang bisa sangat fasih
dalam berbicara dan keterampilan motorik lainnya, tapi mempunyai kesulitan menulis.
B. Ciri-ciri
Disgrafia
Ada beberapa ciri khusus anak dengan gangguan ini. Di
antaranya adalah:
1. Terdapat ketidakkonsistenan bentuk
huruf dalam tulisannya.
2. Saat menulis, penggunaan huruf
besar dan huruf kecil masih tercampur.
3. Ukuran dan bentuk huruf dalam
tulisannya tidak proporsional.
4. Anak tampak harus berusaha keras
saat mengkomunikasikan suatu ide, pengetahuan, atau pemahamannya lewat tulisan.
5. Sulit memegang bolpoin maupun
pensil dengan mantap. Caranya memegang alat tulis seringkali terlalu dekat
bahkan hampir menempel dengan kertas.
6. Berbicara pada diri sendiri ketika
sedang menulis, atau malah terlalu memperhatikan tangan yang dipakai untuk
menulis.
7. Cara menulis tidak konsisten, tidak
mengikuti alur garis yang tepat dan proporsional.
8. Tetap mengalami kesulitan meskipun
hanya diminta menyalin contoh tulisan yang sudah ada.
C. Faktor Penyebab Gangguan Menulis (Disgrafia)
Gangguan menulis (disgrafia) disebabkan oleh
faktor neurologis, adanya gangguan pada otak bagian kiri depan yang berhubungan
dengan kemampuan membaca dan menulis. Anak mengalami kesulitan dalam
harmonisasi secara otomatis antara kemampuan mengingat dan menguasai gerakan
otot menulis huruf dan angka.
Kesulitan ini tidak berkaitan dengan tingkat
intelegensi yang rendah, kemalasan, asal-asalan menulis, dan tidak mau belajar.
Gangguan ini juga bukan akibat kurangnya perhatian orang tua dan guru terhadap
si anak.
Kesulitan dalam menulis seringkali juga
disalahpersepsikan sebagai kebodohan oleh orang tua dan guru. Akibatnya, anak
yang bersangkutan menjadi frustrasi karena pada dasarnya ia ingin sekali
mengekspresikan dan mentransfer pikiran dan pengetahuan yang sudah didapat ke
dalam bentuk tulisan, hanya saja ia memiliki hambatan.
Kelainan neurologis ini menghambat kemampuan
menulis yang meliputi hambatan secara fisik, seperti tidak dapat memegang
pensil dengan mantap ataupun tulisan tangannya buruk. Anak dengan gangguan
disgrafia sebetulnya mengalami kesulitan dalam mengharmonisasikan ingatan
dengan penguasaan gerak ototnya secara otomatis saat menulis huruf dan angka.
Kesulitan dalam menulis biasanya menjadi
problem utama dalam rangkaian gangguan belajar, terutama pada anak yang berada
di tingkat SD. Kesulitan dalam menulis seringkali juga disalahpersepsikan
sebagai kebodohan oleh orang tua dan guru. Akibatnya, anak yang bersangkutan
frustrasi karena pada dasarnya ia ingin sekali mengekspresikan dan mentransfer
pikiran dan pengetahuan yang sudah didapat ke dalam bentuk tulisan. Hanya saja
ia memiliki hambatan.
Sebagai langkah awal dalam menghadapinya, orang
tua harus paham bahwa disgrafia bukan disebabkan tingkat intelegensi yang
rendah, kemalasan, asal-asalan menulis, dan tidak mau belajar. Gangguan ini
juga bukan akibat kurangnya perhatian orang tua dan guru terhadap si anak,
ataupun keterlambatan proses visual motoriknya
Sebuah penelitian di Amerika melaporkan, kasus
kesulitan belajar yang terkait ketidakmampuan menulis (disgrafia) lebih banyak
ditemui pada anak laki-laki. Berkebalikan dengan kesulitan membaca seperti
disleksia yang telah banyak diteliti, penelitian tentang kesulitan menulis
masih sangat minim, sehingga angka kasusnya juga tidak jelas. Pada penelitian
terbaru yang melibatkan lebih dari 5700 anak, diketahui bahwa sekitar 7-15
persen dari jumlah tersebut mengalami gangguan baca-tulis semasa duduk di
bangku sekolah. Persentase ini bervariasi, tergantung kriteria yang dipakai
untuk mendiagnosis masalah ini. Anak laki-laki kecenderungannya 2-3 kali
lebih berisiko terdiagnosis ketidakmampuan membaca dibanding anak wanita, apa pun jenis kriteria diagnosis yang
dipakai.kkk
D. Cara Mengatasi Gangguan Menulis Pada Anak
Ada beberapa hal yang bisa dilakukan orang tua untuk membantu anak dengan
gangguan ini. Di antaranya:
1. Pahami keadaan anak
Sebaiknya pihak orang tua, guru, atau pendamping memahami kesulitan dan keterbatasan yang dimiliki anak disgrafia. Berusahalah untuk tidak membandingkan anak seperti itu dengan anak-anak lainnya. Sikap itu hanya akan membuat kedua belah pihak, baik orang tua/guru maupun anak merasa frustrasi dan stres. Jika memungkinkan, berikan tugas-tugas menulis yang singkat saja. Atau bisa juga orang tua meminta kebijakan dari pihak sekolah untuk memberikan tes kepada anak dengan gangguan ini secara lisan, bukan tulisan.
2. Menyajikan tulisan cetak
Berikan kesempatan dan kemungkinan kepada anak disgrafia untuk belajar menuangkan ide dan konsepnya dengan menggunakan komputer atau mesin tik. Ajari dia untuk menggunakan alat-alat agar dapat mengatasi hambatannya. Dengan menggunakan komputer, anak bisa memanfaatkan sarana korektor ejaan agar ia mengetahui kesalahannya.
3. Membangun rasa percaya diri anak
Berikan pujian wajar pada setiap usaha yang dilakukan anak. Jangan sekali-kali menyepelekan atau melecehkan karena hal itu akan membuatnya merasa rendah diri dan frustrasi. Kesabaran orang tua dan guru akan membuat anak tenang dan sabar terhadap dirinya dan terhadap usaha yang sedang dilakukannya.
4. Latih anak untuk terus menulis
Libatkan anak secara bertahap, pilih strategi yang sesuai dengan tingkat kesulitannya untuk mengerjakan tugas menulis. Berikan tugas yang menarik dan memang diminatinya, seperti menulis surat untuk teman, menulis pada selembar kartu pos, menulis pesan untuk orang tua, dan sebagainya. Hal ini akan meningkatkan kemampuan menulis anak disgrafia dan membantunya menuangkan konsep abstrak tentang huruf dan kata dalam bentuk tulisan konkret.
1. Pahami keadaan anak
Sebaiknya pihak orang tua, guru, atau pendamping memahami kesulitan dan keterbatasan yang dimiliki anak disgrafia. Berusahalah untuk tidak membandingkan anak seperti itu dengan anak-anak lainnya. Sikap itu hanya akan membuat kedua belah pihak, baik orang tua/guru maupun anak merasa frustrasi dan stres. Jika memungkinkan, berikan tugas-tugas menulis yang singkat saja. Atau bisa juga orang tua meminta kebijakan dari pihak sekolah untuk memberikan tes kepada anak dengan gangguan ini secara lisan, bukan tulisan.
2. Menyajikan tulisan cetak
Berikan kesempatan dan kemungkinan kepada anak disgrafia untuk belajar menuangkan ide dan konsepnya dengan menggunakan komputer atau mesin tik. Ajari dia untuk menggunakan alat-alat agar dapat mengatasi hambatannya. Dengan menggunakan komputer, anak bisa memanfaatkan sarana korektor ejaan agar ia mengetahui kesalahannya.
3. Membangun rasa percaya diri anak
Berikan pujian wajar pada setiap usaha yang dilakukan anak. Jangan sekali-kali menyepelekan atau melecehkan karena hal itu akan membuatnya merasa rendah diri dan frustrasi. Kesabaran orang tua dan guru akan membuat anak tenang dan sabar terhadap dirinya dan terhadap usaha yang sedang dilakukannya.
4. Latih anak untuk terus menulis
Libatkan anak secara bertahap, pilih strategi yang sesuai dengan tingkat kesulitannya untuk mengerjakan tugas menulis. Berikan tugas yang menarik dan memang diminatinya, seperti menulis surat untuk teman, menulis pada selembar kartu pos, menulis pesan untuk orang tua, dan sebagainya. Hal ini akan meningkatkan kemampuan menulis anak disgrafia dan membantunya menuangkan konsep abstrak tentang huruf dan kata dalam bentuk tulisan konkret.
PENDIDIKAN ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS “DYSLEXIA”
20.46
No comments
PENDIDIKAN ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS
“DYSLEXIA”
A. Definisi
Kesulitan belajar adalah suatu kondisi dalam proses
belajar yang ditandai dengan hambatan-hambatan tertentu, dalam mencapai tujuan
belajar. Kondisi ini ditandai kesulitan dalam tugas-tugas akademik, baik
disebabkan oleh problem-problem neurologis, maupun sebab-sebab psikologis lain,
sehingga prestasi belajarnya rendah, tidak sesuai dengan potensi dan usaha yang
dilakukan.
Kesulitan belajar pada dasarnya suatu gejala yang nampak dalam berbagai jenis manifiestasi tingkah laku (bio-psikososial) baik secara langsung atau tidak, bersifat permanen dan berpotensi menghambat berbagai tahap belajar siswa.
Kesulitan belajar pada dasarnya suatu gejala yang nampak dalam berbagai jenis manifiestasi tingkah laku (bio-psikososial) baik secara langsung atau tidak, bersifat permanen dan berpotensi menghambat berbagai tahap belajar siswa.
Kesulitan belajar tidak selalu disebabkan oleh faktor
inteligensi yang rendah (kelainan mental), akan tetapi juga disebabkan oleh
faktor- faktor non- inteligensi. Dengan demikian, IQ yang tinggi belum tentu
menjamin keberhasilan belajar.
Kesulitan belajar juga merupakan ketidakmampuan dalam
menghubungkan berbagai informasi yang berasal dari berbagai bagian otak mereka.
Kelemahan ini akan tampak dalam beberapa hal, seperti kesulitan dalam berbicara
dan menuliskan sesuatu, koordinasi, pengendalian diri atau perhatian.
Kesulitan-kesulitan ini akan tampak ketika mereka melakukan kegiatan-kegiatan
sekolah, dan menghambat proses belajar membaca, menulis, atau berhitung yang
seharusnya mereka lakukan.
Diidentifikasi
oleh Oswald Berkhan pada tahun 1881, kemudian istilah 'disleksia' diciptakan
pada tahun 1887 oleh Rudolf Berlin, seorang praktisi dokter mata di Stuttgart,
Jerman. Selama tahun 1890-an dan awal 1900-an, James Hinshelwood menerbitkan
serangkaian artikel dalam jurnal medis menggambarkan kasus serupa dengan buta
huruf bawaan. Pada tahun 1917 dalam bukunya ''Congenital Word Blindness'',
Hinshelwood menegaskan bahwa kecacatan dasar dalam memori visual untuk
kata-kata dan huruf, dan menggambarkan gejala termasuk pembalikan huruf, dan
kesulitan dengan ejaan dan membaca pemahaman.
Disleksia
adalah salah satu jenis kesulitan belajar pada anak berupa ketidakmampuan
membaca. Gangguan ini bukan disebabkan ketidakmampuan penglihatan, pendengaran,
intelegensia, atau keterampilannya dalam berbahasa, tetapi lebih disebabkan
oleh gangguan dalam proses otak ketika mengolah informasi yang diterimanya.
Penderita disleksia secara fisik tidak
akan terlihat sebagai penderita. Disleksia tidak hanya terbatas pada
ketidakmampuan seseorang untuk menyusun atau membaca kalimat dalam urutan
terbalik tetapi juga dalam berbagai macam urutan, termasuk dari atas ke bawah,
kiri dan kanan, dan sulit menerima perintah yang seharusnya dilanjutkan ke
memori pada otak. Hal ini yang sering menyebabkan penderita disleksia dianggap
tidak konsentrasi dalam beberapa hal. Dalam kasus lain, ditemukan pula bahwa
penderita tidak dapat menjawab pertanyaan yang seperti uraian, panjang lebar.
Ada dua tipe disleksia, yaitu developmental
dyslexsia (bawaan sejak lahir) dan aquired dyslexsia (didapat
karena gangguan atau perubahan cara otak kiri membaca). Developmental
dyslexsiadiderita sepanjang hidup pasien dan biasanya bersifat genetik.
Beberapa penelitian
menyebutkan bahwa penyakit ini berkaitan
dengan disfungsi daerah abu-abu pada otak. Disfungsi tersebut berhubungan
dengan perubahan konektivitas di area fonologis (membaca). Beberapa tanda-tanda
awal disleksia bawaan adalah telat berbicara, artikulasi tidak jelas dan
terbalik-balik, kesulitan mempelajari bentuk dan bunyi huruf-huruf, bingung
antara konsep ruang dan waktu, serta kesulitan mencerna instruksi verbal,
cepat, dan berurutan. Pada usia sekolah, umumnya penderita disleksia dapat
mengalami kesulitan menggabungkan huruf menjadi kata, kesulitan membaca,
kesulitan memegang alat tulis dengan baik, dan kesulitan dalam menerima.
Mengenal Gejala Disleksia
Disleksia sebetulnya bisa dikenali
dari sejumlah gejala yang diperlihatkan sang anak. Sejumlah faktor yang bisa
dijadikan pedoman untuk mengenalinya, antara lain:
1. Lambat Bicara
Normalnya, kemampuanbahasasudahberkembangsejakanakberusiasetahun. Di usia ini biasanya anak sudah mulai bisa mengucapkan satu kata seperti ‘mam'. Dan menginjakusia 2 tahun, anakbiasanyasudahbisamerangkai kata, seperti ‘mama ma-em'.
Normalnya, kemampuanbahasasudahberkembangsejakanakberusiasetahun. Di usia ini biasanya anak sudah mulai bisa mengucapkan satu kata seperti ‘mam'. Dan menginjakusia 2 tahun, anakbiasanyasudahbisamerangkai kata, seperti ‘mama ma-em'.
2. Tak Bisa Menghafal Huruf
Menjelangmasukusiasekolah, takjarangorangtuamendaftarkan Si Kecil kepre school. Di kelas ini biasanya anak sudah mendapat pelajaran menghafalkan huruf, sebagai bekal belajar membaca di sekolah formal kelak.
Pada anak disleksia, bisa terjadi kesulitan membaca-tulis huruf tertentu, misalnya menyebut ‘t' menjadi ‘j', atau ‘b' menjadi ‘d'. Bagimereka, huruf-hurufinisulitdibedakankarenabentuknya yang mirip.
Atau, ketikadimintamenyebut huruf A-Z, ia mampu. Tetapi, ketika dipenggal untuk menyebut dari huruf G sampai Z, ia akan bingung. Bagi mereka, huruf bersifat hafalan dari bunyi yang didengarnya. Bukansebagaiingatanakanvisualisasidarihuruf.
Menjelangmasukusiasekolah, takjarangorangtuamendaftarkan Si Kecil kepre school. Di kelas ini biasanya anak sudah mendapat pelajaran menghafalkan huruf, sebagai bekal belajar membaca di sekolah formal kelak.
Pada anak disleksia, bisa terjadi kesulitan membaca-tulis huruf tertentu, misalnya menyebut ‘t' menjadi ‘j', atau ‘b' menjadi ‘d'. Bagimereka, huruf-hurufinisulitdibedakankarenabentuknya yang mirip.
Atau, ketikadimintamenyebut huruf A-Z, ia mampu. Tetapi, ketika dipenggal untuk menyebut dari huruf G sampai Z, ia akan bingung. Bagi mereka, huruf bersifat hafalan dari bunyi yang didengarnya. Bukansebagaiingatanakanvisualisasidarihuruf.
3. Tak Bisa Mengeja
Jika Si Kecil sulitmengenalisejumlahhuruf, saatmasuksekolah formal, iaakankesulitanmengeja. Misalnya, ketika diajak mengeja d-a-da, d-u-du, lalu diminta melafalkan d-a (yang seharusnya dibaca ‘da'), ia tak mampu. Atau, kesalahanmembacaterbalik, misalnya ‘gajah' menjadi ‘jagah'.
Jika Si Kecil sulitmengenalisejumlahhuruf, saatmasuksekolah formal, iaakankesulitanmengeja. Misalnya, ketika diajak mengeja d-a-da, d-u-du, lalu diminta melafalkan d-a (yang seharusnya dibaca ‘da'), ia tak mampu. Atau, kesalahanmembacaterbalik, misalnya ‘gajah' menjadi ‘jagah'.
4. Salah Menyalin
Seringkaliketikadimintamenyalinteks, anakdisleksiamembuatkesalahanberulang. Dan ketika ditanya di mana letak kesalahannya, ia tak mengerti dan merasa sudah menuliskan semua abjad secara benar. Misalnya, menulis ‘badak' menjadi ‘babak'.
Seringkaliketikadimintamenyalinteks, anakdisleksiamembuatkesalahanberulang. Dan ketika ditanya di mana letak kesalahannya, ia tak mengerti dan merasa sudah menuliskan semua abjad secara benar. Misalnya, menulis ‘badak' menjadi ‘babak'.
5. Malas Membaca
Olehkarenatakmampumemrosestulisandalam kata, anakdisleksiakeraptakpahamapamaksuddaribacaan yang iadibaca. Lama-lama, iabisamalasmembaca.
Olehkarenatakmampumemrosestulisandalam kata, anakdisleksiakeraptakpahamapamaksuddaribacaan yang iadibaca. Lama-lama, iabisamalasmembaca.
B. Faktor
Penyebab
Disleksia dimungkinkan oleh
beberapa sebab berikut ini.
1.
Faktor keturunan
Anak yang mengalami
disleksia biasanya cenderung terdapat di keluarga yang mempunyai anggota
keluarga yang kidal. Meskipun demikian, orang tua yang mengalami disleksia
tidak secara otomatis menurunkan gangguan ini kepada anak-anaknya. Begitu juga,
anak yang kidal belum tentu mengalamai gangguan disleksia.
2.
Masalah pendengaran sejak
dini
Jika ada masalah dengan
pendengaran dan tidak terdeteksi, otak yang sedang berkembang akan sulit
menghubungkan bunyi atau suara yang didengar dengan huruf atau kata yang
dilihat. Padahal, kemampuan ini sangat penting bagi perkembangan kemampuan
bahasa –yang akhirnya dapat menyebabkan kesulitan jangka panjang– terutama jika
disleksia tidak segera ditangani. Konsultasi dan penanganan dari para ahli
sangat diperlukan.
3.
Faktor kombinasi
Disleksia juga disebabkan
oleh kombinasi faktor keturunan dan masalah pendengaran. Jika penyebab ini yang
terjadi, anak berada dalam kondisi yang sangat serius sehingga perlu mendapat
penanganan yang menyeluruh dan berkelanjutan. Jika tidak segera ditangani,
gangguan ini bisa berlangsung sampai dewasa.
C. Karakteristik
Karakteristik
anak yang mengalami disleksia:
- Ketika membaca lisan, ada kata-kata yang terlewat, serta adanya penambahan atau penyimpangan kata-kata.
- Anak membaca dengan lambat.
- Tidak dapat mengucapkan irama kata-kata secara benar dan proporsional.
- Kesulitan dalam mengurutkan irama kata-kata secara benar dan proporsional.
- Sulit menyuarakan fonem (satuan bunyi) dan memadukannya menjadi sebuah kata.
- Sulit mengeja secara benar. Bisa jadi, anak mengeja satu kata dengan bermacam ucapan, walaupun kata tersebut berada di halaman yang sama.
- Sulit mengeja kata atau suku kata dengan benar, terbalik-balik ketika membunyikan huruf yang mempunyai kemiripan bentuk (seperti: d–b, u–n, atau m–n), serta rancu membedakan huruf atau fonem yang memiliki kemiripan bunyi (seperi: v dan f).
- Membaca suku kata dengan benar di satu halaman, tetapi salah di halaman lainnya.
- Mengalami kesulitan saat harus memahami teks yang dibacanya. Mungkin anak bisa membaca dengan benar, tetapi tidak mengerti dengan teks yang dibacanya.
- Sering terbalik-balik dalam menuliskan atau mengucapkan kata, misalnya: “hal” menjadi “lah”, “kelinci berada di atas meja” menjadi “berdiri kelinci di atas meja”.
- Rancu terhadap kata-kata yang singkat, seperti: ke, dari, dan, serta jadi.
- Bingung menentukan harus menggunakan tangan yang mana untuk menulis.
- Sering lupa mencantumkan huruf besar atau mencantumkannya di tempat yang salah.
- Sering lupa meletakkan tanda baca, seperti: titik, koma, tanda tanya, atau tanda seru.
- Menulis huruf dan angka dengan hasil yang kurang bagus.
- Menulis dengan adanya jarak pada huruf-huruf dalam satu rangkaian kata. Selain itu, tulisannya kadang-kadang naik dan kadang-kadang turun.
- Menempatkan paragraf secara keliru.
Penampilan
Secara Umum
1. Terlihat sangat cerdas, IQ tinggi
dan pandai berbicara tapi tidak bisa membaca, menulis, atau mengeja di tingkat
kelas yang sewajarnya sudah bisa
2. Sering di cap malas, bodoh,
ceroboh, tidak dewasa, “tidak mau berusaha” atau “anak bermasalah”
3. Merasa bodoh, minder/rendah diri,
menyembunykan atau menutupi kelemahan dengan kompetensi strategi yang cerdik,
mudah frustasi dan emosional tentang bacaan sekolah atau pengujian.
4. Berbakatdalambidangseni, drama, musik, olahraga,
mekanik, mendongeng, penjualan, bisnis, desain, pembangunan, ataumesin
5. Kesulitanuntukfokus; seringtampak "hiper"
ataujustru "melamun."
6. Belajardengansangatbaikmelaluipengalaman, demonstrasi,
eksperimen, observasi, danalat bantu visual
D. Rekomendasi Pendampingan
Ada tiga model strategi pembelajaran yg bisa
diterapkan terhadap anak-anak disleksia. Ketiga model tersebut antara lain
Metode Multisensori, Metode Fonik (Bunyi), dan Metode Linguistik.
ü Metode Multisensori mendayagunakan kemampuan visual
(kemampuan penglihatan), auditori (kemampuan pendengaran), kinestetik
(kesadaran pada gerak), serta taktil (perabaan) pada anak.
ü MetodeFonikatauBunyi memanfaatkan kemampuan auditori
dan visual anak dgn cara menamai huruf sesuai dgn bunyinya. Misalnya, huruf B
dibunyikaneb, huruf C dibunyikandgnec.Karenaanakdisleksiaakan berpikir, jika
kata becak, maka terdiri dari b-c-a-k, kurang huruf e.
ü MetodeLinguistik,adalahmengajarkananakmengenal kata
secara utuh. Cara ini menekankan pada kata-kata yg bermiripan. Penekananinidiharapkandapatmembuatanakmampumenyimpulkansendiripolahubunganantarahurufdanbunyinya.
Rekomendasi
pendampingan yang dapat dilakukan oleh Orang Tua
Orang
tua dapat melakukan program phonic di rumah dengan cara-cara sebagai berikut:
1.
Cobalahmembuatjadwalharianuntukmembiasakannyamembaca.
2.
IstirahatlahbarangsejenakapabilaanakAndaterlihatkelelahan,
laparataumulaijenuh.
3.
Janganmemberikanpelajaranterlalu
lama danbanyakketikabarupertama kali melakukannya.
4.
Buatlah
target-target yang ingindicapai.
5.
Beri
reward & punishment padaanaksetiapmelakukankemajuandankesalahan.
6.
Buatkesanpada
kata-kata yang adadalamceritaketikadibacakan, anaktidakberartiharusmengulang
kata.
7.
Mulailahdenganmembacabeberapahalamanatauparagrafpertamadarisebuahceritadengansuarakeras
agar anakAndaterpancinguntukmenyimak.
8.
Buatlahaktivitas-aktivitas
yang
variatifdenganmemberikanbeberapasesiuntukmengerjakanpermainan-permainanhuruf disampingaktivitasmembaca.
9.
Jadikansesiinisebagai
pengganti sesi membaca denga suara keras di hadapan anak Anda.
Intervensi
Ahli (Konselor & Psikolog)
Konselor atau
psikolog bisa memberikan terapi apabila anak penderita disleksia mengalami
hal-hal berikut ini:
1.
Stress
karenatakutbelajarmembaca.
2.
Permasalahanmembacapadaanak
tersebut memancing terjadinya konflik dalamsebuahkeluarga, atauapabila sang
anakmerasaterisolirdarilingkunganpergaulannyadikarenakanpermasalahanmembaca
yang merekaalami
E. Probabilitas Penderita Disleksia
Disleksia
ditandai dengan adanya kesulitan membaca pada anak maupun dewasa yang
seharusnya menunjukkan kemampuan dan motivasi untuk membaca secara fasih dan akurat. Disleksia merupakan salah satu masalah tersering yang terjadi pada anak dan dewasa. Angka kejadian di dunia berkisar 5-17% pada anak usia sekolah. Disleksia adalah gangguan yang paling sering terjadi pada masalah belajar. Kurang lebih 80% penderita gangguan belajar mengalami disleksia.
seharusnya menunjukkan kemampuan dan motivasi untuk membaca secara fasih dan akurat. Disleksia merupakan salah satu masalah tersering yang terjadi pada anak dan dewasa. Angka kejadian di dunia berkisar 5-17% pada anak usia sekolah. Disleksia adalah gangguan yang paling sering terjadi pada masalah belajar. Kurang lebih 80% penderita gangguan belajar mengalami disleksia.
Angka kejadian
disleksia lebih tinggi pada anak laki-laki dibandingkan dengan perempuan yaitu berkisar
2:1 sampai 5:1. Ada juga yang mengatakan bahwa ternyata tidak terdapat
perbedaan angka kejadian antara laki-laki dan perempuan.
F. Sumber
Mangunsong, Frida. (2009), Psikologi dan Pendidikan Anak Berkebutuhan
Khusus,
Jakarta:LPSP3 UI
TUGAS
PENDIDIKAN ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS
“DYSLEXIA”
A. Definisi
Kesulitan belajar adalah suatu kondisi dalam proses
belajar yang ditandai dengan hambatan-hambatan tertentu, dalam mencapai tujuan
belajar. Kondisi ini ditandai kesulitan dalam tugas-tugas akademik, baik
disebabkan oleh problem-problem neurologis, maupun sebab-sebab psikologis lain,
sehingga prestasi belajarnya rendah, tidak sesuai dengan potensi dan usaha yang
dilakukan.
Kesulitan belajar pada dasarnya suatu gejala yang nampak dalam berbagai jenis manifiestasi tingkah laku (bio-psikososial) baik secara langsung atau tidak, bersifat permanen dan berpotensi menghambat berbagai tahap belajar siswa.
Kesulitan belajar pada dasarnya suatu gejala yang nampak dalam berbagai jenis manifiestasi tingkah laku (bio-psikososial) baik secara langsung atau tidak, bersifat permanen dan berpotensi menghambat berbagai tahap belajar siswa.
Kesulitan belajar tidak selalu disebabkan oleh faktor
inteligensi yang rendah (kelainan mental), akan tetapi juga disebabkan oleh
faktor- faktor non- inteligensi. Dengan demikian, IQ yang tinggi belum tentu
menjamin keberhasilan belajar.
Kesulitan belajar juga merupakan ketidakmampuan dalam
menghubungkan berbagai informasi yang berasal dari berbagai bagian otak mereka.
Kelemahan ini akan tampak dalam beberapa hal, seperti kesulitan dalam berbicara
dan menuliskan sesuatu, koordinasi, pengendalian diri atau perhatian.
Kesulitan-kesulitan ini akan tampak ketika mereka melakukan kegiatan-kegiatan
sekolah, dan menghambat proses belajar membaca, menulis, atau berhitung yang
seharusnya mereka lakukan.
Diidentifikasi
oleh Oswald Berkhan pada tahun 1881, kemudian istilah 'disleksia' diciptakan
pada tahun 1887 oleh Rudolf Berlin, seorang praktisi dokter mata di Stuttgart,
Jerman. Selama tahun 1890-an dan awal 1900-an, James Hinshelwood menerbitkan
serangkaian artikel dalam jurnal medis menggambarkan kasus serupa dengan buta
huruf bawaan. Pada tahun 1917 dalam bukunya ''Congenital Word Blindness'',
Hinshelwood menegaskan bahwa kecacatan dasar dalam memori visual untuk
kata-kata dan huruf, dan menggambarkan gejala termasuk pembalikan huruf, dan
kesulitan dengan ejaan dan membaca pemahaman.
Disleksia
adalah salah satu jenis kesulitan belajar pada anak berupa ketidakmampuan
membaca. Gangguan ini bukan disebabkan ketidakmampuan penglihatan, pendengaran,
intelegensia, atau keterampilannya dalam berbahasa, tetapi lebih disebabkan
oleh gangguan dalam proses otak ketika mengolah informasi yang diterimanya.
Penderita disleksia secara fisik tidak
akan terlihat sebagai penderita. Disleksia tidak hanya terbatas pada
ketidakmampuan seseorang untuk menyusun atau membaca kalimat dalam urutan
terbalik tetapi juga dalam berbagai macam urutan, termasuk dari atas ke bawah,
kiri dan kanan, dan sulit menerima perintah yang seharusnya dilanjutkan ke
memori pada otak. Hal ini yang sering menyebabkan penderita disleksia dianggap
tidak konsentrasi dalam beberapa hal. Dalam kasus lain, ditemukan pula bahwa
penderita tidak dapat menjawab pertanyaan yang seperti uraian, panjang lebar.
Ada dua tipe disleksia, yaitu developmental
dyslexsia (bawaan sejak lahir) dan aquired dyslexsia (didapat
karena gangguan atau perubahan cara otak kiri membaca). Developmental
dyslexsiadiderita sepanjang hidup pasien dan biasanya bersifat genetik.
Beberapa penelitian
menyebutkan bahwa penyakit ini berkaitan
dengan disfungsi daerah abu-abu pada otak. Disfungsi tersebut berhubungan
dengan perubahan konektivitas di area fonologis (membaca). Beberapa tanda-tanda
awal disleksia bawaan adalah telat berbicara, artikulasi tidak jelas dan
terbalik-balik, kesulitan mempelajari bentuk dan bunyi huruf-huruf, bingung
antara konsep ruang dan waktu, serta kesulitan mencerna instruksi verbal,
cepat, dan berurutan. Pada usia sekolah, umumnya penderita disleksia dapat
mengalami kesulitan menggabungkan huruf menjadi kata, kesulitan membaca,
kesulitan memegang alat tulis dengan baik, dan kesulitan dalam menerima.
Mengenal Gejala Disleksia
Disleksia sebetulnya bisa dikenali
dari sejumlah gejala yang diperlihatkan sang anak. Sejumlah faktor yang bisa
dijadikan pedoman untuk mengenalinya, antara lain:
1. Lambat Bicara
Normalnya, kemampuanbahasasudahberkembangsejakanakberusiasetahun. Di usia ini biasanya anak sudah mulai bisa mengucapkan satu kata seperti ‘mam'. Dan menginjakusia 2 tahun, anakbiasanyasudahbisamerangkai kata, seperti ‘mama ma-em'.
Normalnya, kemampuanbahasasudahberkembangsejakanakberusiasetahun. Di usia ini biasanya anak sudah mulai bisa mengucapkan satu kata seperti ‘mam'. Dan menginjakusia 2 tahun, anakbiasanyasudahbisamerangkai kata, seperti ‘mama ma-em'.
2. Tak Bisa Menghafal Huruf
Menjelangmasukusiasekolah, takjarangorangtuamendaftarkan Si Kecil kepre school. Di kelas ini biasanya anak sudah mendapat pelajaran menghafalkan huruf, sebagai bekal belajar membaca di sekolah formal kelak.
Pada anak disleksia, bisa terjadi kesulitan membaca-tulis huruf tertentu, misalnya menyebut ‘t' menjadi ‘j', atau ‘b' menjadi ‘d'. Bagimereka, huruf-hurufinisulitdibedakankarenabentuknya yang mirip.
Atau, ketikadimintamenyebut huruf A-Z, ia mampu. Tetapi, ketika dipenggal untuk menyebut dari huruf G sampai Z, ia akan bingung. Bagi mereka, huruf bersifat hafalan dari bunyi yang didengarnya. Bukansebagaiingatanakanvisualisasidarihuruf.
Menjelangmasukusiasekolah, takjarangorangtuamendaftarkan Si Kecil kepre school. Di kelas ini biasanya anak sudah mendapat pelajaran menghafalkan huruf, sebagai bekal belajar membaca di sekolah formal kelak.
Pada anak disleksia, bisa terjadi kesulitan membaca-tulis huruf tertentu, misalnya menyebut ‘t' menjadi ‘j', atau ‘b' menjadi ‘d'. Bagimereka, huruf-hurufinisulitdibedakankarenabentuknya yang mirip.
Atau, ketikadimintamenyebut huruf A-Z, ia mampu. Tetapi, ketika dipenggal untuk menyebut dari huruf G sampai Z, ia akan bingung. Bagi mereka, huruf bersifat hafalan dari bunyi yang didengarnya. Bukansebagaiingatanakanvisualisasidarihuruf.
3. Tak Bisa Mengeja
Jika Si Kecil sulitmengenalisejumlahhuruf, saatmasuksekolah formal, iaakankesulitanmengeja. Misalnya, ketika diajak mengeja d-a-da, d-u-du, lalu diminta melafalkan d-a (yang seharusnya dibaca ‘da'), ia tak mampu. Atau, kesalahanmembacaterbalik, misalnya ‘gajah' menjadi ‘jagah'.
Jika Si Kecil sulitmengenalisejumlahhuruf, saatmasuksekolah formal, iaakankesulitanmengeja. Misalnya, ketika diajak mengeja d-a-da, d-u-du, lalu diminta melafalkan d-a (yang seharusnya dibaca ‘da'), ia tak mampu. Atau, kesalahanmembacaterbalik, misalnya ‘gajah' menjadi ‘jagah'.
4. Salah Menyalin
Seringkaliketikadimintamenyalinteks, anakdisleksiamembuatkesalahanberulang. Dan ketika ditanya di mana letak kesalahannya, ia tak mengerti dan merasa sudah menuliskan semua abjad secara benar. Misalnya, menulis ‘badak' menjadi ‘babak'.
Seringkaliketikadimintamenyalinteks, anakdisleksiamembuatkesalahanberulang. Dan ketika ditanya di mana letak kesalahannya, ia tak mengerti dan merasa sudah menuliskan semua abjad secara benar. Misalnya, menulis ‘badak' menjadi ‘babak'.
5. Malas Membaca
Olehkarenatakmampumemrosestulisandalam kata, anakdisleksiakeraptakpahamapamaksuddaribacaan yang iadibaca. Lama-lama, iabisamalasmembaca.
Olehkarenatakmampumemrosestulisandalam kata, anakdisleksiakeraptakpahamapamaksuddaribacaan yang iadibaca. Lama-lama, iabisamalasmembaca.
B. Faktor
Penyebab
Disleksia dimungkinkan oleh
beberapa sebab berikut ini.
1.
Faktor keturunan
Anak yang mengalami
disleksia biasanya cenderung terdapat di keluarga yang mempunyai anggota
keluarga yang kidal. Meskipun demikian, orang tua yang mengalami disleksia
tidak secara otomatis menurunkan gangguan ini kepada anak-anaknya. Begitu juga,
anak yang kidal belum tentu mengalamai gangguan disleksia.
2.
Masalah pendengaran sejak
dini
Jika ada masalah dengan
pendengaran dan tidak terdeteksi, otak yang sedang berkembang akan sulit
menghubungkan bunyi atau suara yang didengar dengan huruf atau kata yang
dilihat. Padahal, kemampuan ini sangat penting bagi perkembangan kemampuan
bahasa –yang akhirnya dapat menyebabkan kesulitan jangka panjang– terutama jika
disleksia tidak segera ditangani. Konsultasi dan penanganan dari para ahli
sangat diperlukan.
3.
Faktor kombinasi
Disleksia juga disebabkan
oleh kombinasi faktor keturunan dan masalah pendengaran. Jika penyebab ini yang
terjadi, anak berada dalam kondisi yang sangat serius sehingga perlu mendapat
penanganan yang menyeluruh dan berkelanjutan. Jika tidak segera ditangani,
gangguan ini bisa berlangsung sampai dewasa.
C. Karakteristik
Karakteristik
anak yang mengalami disleksia:
- Ketika membaca lisan, ada kata-kata yang terlewat, serta adanya penambahan atau penyimpangan kata-kata.
- Anak membaca dengan lambat.
- Tidak dapat mengucapkan irama kata-kata secara benar dan proporsional.
- Kesulitan dalam mengurutkan irama kata-kata secara benar dan proporsional.
- Sulit menyuarakan fonem (satuan bunyi) dan memadukannya menjadi sebuah kata.
- Sulit mengeja secara benar. Bisa jadi, anak mengeja satu kata dengan bermacam ucapan, walaupun kata tersebut berada di halaman yang sama.
- Sulit mengeja kata atau suku kata dengan benar, terbalik-balik ketika membunyikan huruf yang mempunyai kemiripan bentuk (seperti: d–b, u–n, atau m–n), serta rancu membedakan huruf atau fonem yang memiliki kemiripan bunyi (seperi: v dan f).
- Membaca suku kata dengan benar di satu halaman, tetapi salah di halaman lainnya.
- Mengalami kesulitan saat harus memahami teks yang dibacanya. Mungkin anak bisa membaca dengan benar, tetapi tidak mengerti dengan teks yang dibacanya.
- Sering terbalik-balik dalam menuliskan atau mengucapkan kata, misalnya: “hal” menjadi “lah”, “kelinci berada di atas meja” menjadi “berdiri kelinci di atas meja”.
- Rancu terhadap kata-kata yang singkat, seperti: ke, dari, dan, serta jadi.
- Bingung menentukan harus menggunakan tangan yang mana untuk menulis.
- Sering lupa mencantumkan huruf besar atau mencantumkannya di tempat yang salah.
- Sering lupa meletakkan tanda baca, seperti: titik, koma, tanda tanya, atau tanda seru.
- Menulis huruf dan angka dengan hasil yang kurang bagus.
- Menulis dengan adanya jarak pada huruf-huruf dalam satu rangkaian kata. Selain itu, tulisannya kadang-kadang naik dan kadang-kadang turun.
- Menempatkan paragraf secara keliru.
Penampilan
Secara Umum
1. Terlihat sangat cerdas, IQ tinggi
dan pandai berbicara tapi tidak bisa membaca, menulis, atau mengeja di tingkat
kelas yang sewajarnya sudah bisa
2. Sering di cap malas, bodoh,
ceroboh, tidak dewasa, “tidak mau berusaha” atau “anak bermasalah”
3. Merasa bodoh, minder/rendah diri,
menyembunykan atau menutupi kelemahan dengan kompetensi strategi yang cerdik,
mudah frustasi dan emosional tentang bacaan sekolah atau pengujian.
4. Berbakatdalambidangseni, drama, musik, olahraga,
mekanik, mendongeng, penjualan, bisnis, desain, pembangunan, ataumesin
5. Kesulitanuntukfokus; seringtampak "hiper"
ataujustru "melamun."
6. Belajardengansangatbaikmelaluipengalaman, demonstrasi,
eksperimen, observasi, danalat bantu visual
D. Rekomendasi Pendampingan
Ada tiga model strategi pembelajaran yg bisa
diterapkan terhadap anak-anak disleksia. Ketiga model tersebut antara lain
Metode Multisensori, Metode Fonik (Bunyi), dan Metode Linguistik.
ü Metode Multisensori mendayagunakan kemampuan visual
(kemampuan penglihatan), auditori (kemampuan pendengaran), kinestetik
(kesadaran pada gerak), serta taktil (perabaan) pada anak.
ü MetodeFonikatauBunyi memanfaatkan kemampuan auditori
dan visual anak dgn cara menamai huruf sesuai dgn bunyinya. Misalnya, huruf B
dibunyikaneb, huruf C dibunyikandgnec.Karenaanakdisleksiaakan berpikir, jika
kata becak, maka terdiri dari b-c-a-k, kurang huruf e.
ü MetodeLinguistik,adalahmengajarkananakmengenal kata
secara utuh. Cara ini menekankan pada kata-kata yg bermiripan. Penekananinidiharapkandapatmembuatanakmampumenyimpulkansendiripolahubunganantarahurufdanbunyinya.
Rekomendasi
pendampingan yang dapat dilakukan oleh Orang Tua
Orang
tua dapat melakukan program phonic di rumah dengan cara-cara sebagai berikut:
1.
Cobalahmembuatjadwalharianuntukmembiasakannyamembaca.
2.
IstirahatlahbarangsejenakapabilaanakAndaterlihatkelelahan,
laparataumulaijenuh.
3.
Janganmemberikanpelajaranterlalu
lama danbanyakketikabarupertama kali melakukannya.
4.
Buatlah
target-target yang ingindicapai.
5.
Beri
reward & punishment padaanaksetiapmelakukankemajuandankesalahan.
6.
Buatkesanpada
kata-kata yang adadalamceritaketikadibacakan, anaktidakberartiharusmengulang
kata.
7.
Mulailahdenganmembacabeberapahalamanatauparagrafpertamadarisebuahceritadengansuarakeras
agar anakAndaterpancinguntukmenyimak.
8.
Buatlahaktivitas-aktivitas
yang
variatifdenganmemberikanbeberapasesiuntukmengerjakanpermainan-permainanhuruf disampingaktivitasmembaca.
9.
Jadikansesiinisebagai
pengganti sesi membaca denga suara keras di hadapan anak Anda.
Intervensi
Ahli (Konselor & Psikolog)
Konselor atau
psikolog bisa memberikan terapi apabila anak penderita disleksia mengalami
hal-hal berikut ini:
1.
Stress
karenatakutbelajarmembaca.
2.
Permasalahanmembacapadaanak
tersebut memancing terjadinya konflik dalamsebuahkeluarga, atauapabila sang
anakmerasaterisolirdarilingkunganpergaulannyadikarenakanpermasalahanmembaca
yang merekaalami
E. Probabilitas Penderita Disleksia
Disleksia
ditandai dengan adanya kesulitan membaca pada anak maupun dewasa yang
seharusnya menunjukkan kemampuan dan motivasi untuk membaca secara fasih dan akurat. Disleksia merupakan salah satu masalah tersering yang terjadi pada anak dan dewasa. Angka kejadian di dunia berkisar 5-17% pada anak usia sekolah. Disleksia adalah gangguan yang paling sering terjadi pada masalah belajar. Kurang lebih 80% penderita gangguan belajar mengalami disleksia.
seharusnya menunjukkan kemampuan dan motivasi untuk membaca secara fasih dan akurat. Disleksia merupakan salah satu masalah tersering yang terjadi pada anak dan dewasa. Angka kejadian di dunia berkisar 5-17% pada anak usia sekolah. Disleksia adalah gangguan yang paling sering terjadi pada masalah belajar. Kurang lebih 80% penderita gangguan belajar mengalami disleksia.
Angka kejadian
disleksia lebih tinggi pada anak laki-laki dibandingkan dengan perempuan yaitu berkisar
2:1 sampai 5:1. Ada juga yang mengatakan bahwa ternyata tidak terdapat
perbedaan angka kejadian antara laki-laki dan perempuan.
F. Sumber
Mangunsong, Frida. (2009), Psikologi dan Pendidikan Anak Berkebutuhan
Khusus,
Jakarta:LPSP3 UI
Langganan:
Postingan (Atom)